IWj1X5DXrCbI10RsBEkQ7SL6RUOnRXSRSecqO6kR
Begini Sejarah Peradaban Islam ( Kerajaan-kerajaan Islam Di Kalimantan Barat)

Begini Sejarah Peradaban Islam ( Kerajaan-kerajaan Islam Di Kalimantan Barat)

Kedatangn pelaut-pelaut Arab, Persia, dan Gujarat di Kalimantan Barat telah memperlihatkan kepada penduduk setempat mengenai tradisi besar yaitu agama Islam.

Agama islam masuk ke Kalimantan Barat adalah dari utara yaitu Johor dan Bintan, kemudian dari Brunei melalui aliran Sungai Sambas dan berpusat di Kerajaan Sambas. Dari Sambas inilah kemudian menyebar ke Singkawang, Mempawah, Pontianak, menyusuri Sungai

Kapuas (Nurcahyani dkk, 1999: 84-85). Masuknya Islam ke di sini tidak terlepas dari adanya peran dari pedagang muslim. Mengingat waktu itu interaksi yang dilakukan dengan negeri-negeri luar adalah perdagangan. Meskipun perdagang Muslim adalah menjual dan membeli barang dagangan, mereka juga menyebarkan atau memperkenalkanajaran-ajaran Islam kepada orang-orang di wilayah-wilayah asing (Tjandrasasmita, 2009: 21).

Hal tersebut dikarenakan dalam Islam tidak ada pendeta yang dianggap magis dan keramat seperti dalam kekristenan Katolik. Setiap pedagang Muslim bebas memperkenalkan ajaran Islam kepada siapapun. Oleh karena itu, perkembangan Islam relatif cepat di Kalimantan Barat. Setelah dari Pontianak, agama Islam berkembang ke daerah Landak dan Islam yang berkembang di Mempawah menyebar ke daerah Kubu, Tayan, dan sekitarnya.

Sedangkan menurut Effendi (dalam Nurcahyani dkk, 1999: 85), di daerah Ketapang, Islam masuk dari Palembang kemudian menyusuri Sungai Pawan menyebar ke sekitarnya dan terus menuju ke pedalaman sebelah utara ke arah Sanggau dan Sintang, juga di daerah Sukadana dan Teluk Melano. Namun, mengenai kapan agama Islam masuk ke Pontianak tidak ada keterangan yang lebih jelas.

Menarik perhatian beberapa tahun yang lampau pernah dilaporkan kepada Pusat Penelitian Arkeologi Nasional di Jakarta bahwa di daerah Sukadana ditemukan nisan-nisan kubur Islam dan ternyata setelah diteliti bentuknya sama dengan nisan-nisan kubur di Tralaya yang pernah diteliti oleh L.Ch. Damais. Nisan-nisan kubur di daerah Sukadana tersebut seperti halnya nisan-nisan kubur di Tralaya sekitar abad ke-14—15 M (Poesponegoro, 2008: 89).

Pendapat itu diperkuat bahwa ketua kerajaan Tanjungpura dan Lawe (Sukadana) sudah banyak hubungannya dengan Jawa dan Malaka sehingga kehadiran Islam di daerah Kalimantan Barat di pesisir itu mungkin sudah ada sejak abad-abad tersebut. Ambary (1998: 8) mengemukakan bahwa di sebelah barat Kalimantan Islam tampaknya menyebar lebih kemudian. Kota Waringin misalnya, menerima Islam sesudah Banjarmasin, begitupun dengan daerah yang lebih ke barat lagi seperti Sambas dan Pontianak.

Meskupun kita tidak mengetahui dengan pasti kehadiran Islam di Pontianak, konon ada pemberitaan bahwa sekitar abad ke-18 M atau tahun 1720 ada rombongan pendakwah dari Tarim (Hadramaut) yang di antaranya datang ke Kalimantan Barat untuk mengajarkan membaca Alquran, ilmu fikih, dan ilmu hadist. Mereka di antaranya Syarif Idrus bersama anak buahnya pergi ke Mampawah, tetapi kemudian menelusuri sungai ke arah laut memasuki Kapuas Kecil sampai ke suatu tempat yang menjadi cikal bakal kota Pontianak (Poesponegoro, 2008: 90).

Syarif Idrus kemudian diangkat menjadi pemimpin utama masyarakat di tempat itu dengan gelar Syarif Idrus bin Abdurrahman al-Aydrus yang kemudian memindahkan kota dengan pembuatan benteng atau kubu dari kayu-kayuan untuk pertahanan. Sejak itu Syarif Idrus bin Abdurrahman al-Aydrus dikenal sebagai Raja Kubu dan daerah itu mengalami kemajuan di bidang perdagangan dan keagamaan, banyak datang para pedagang dari berbagai negeri. Pemerintahan Syarif Idrus (nama lengkapnya: Syarif Idrus al-Aydrus bin Abdurrahman bin All bin Hasan bin Alwi bin Abdullah bin Ahmad bin Husein bin Abdullah al-Aydrus) yang memerintah dari tahun 1199-1209 H. Konon ia gugur tahun 1870 M karena serangan musuh yang tidak diduga.

Pendapat lain mengatakan  bahwa pendakwah dari Tarim (Hadramaut) yang mengajarkan Islam dan datang ke Kalimantan Barat terutama ke Sukadana adalah Habib Husain al-Gadri ia semula singgah di Aceh dan kemudian ke Jawa sampai di Semarang dan di tempat itulah ia bertemu dengan pedagang Arab namanya Syekh karena itulah Habib al-Gadri berlayar ke Sukadana (Poesponegoro, 2008: 90).

Dengan kesaktian Habib Husein al-Gadri mendapat banyak simpati dari raja, Sultan Matan dan rakyatnya Habib Husein al-Gadri pindah dari Matan ke Mempawah untuk meneruskan syi’ar Islam, yang setelah wafat dia digantikan oleh salah seorang putranya yang bernama Pangeran Sayid Abdurrahman Nurul Alam. Ia pergi dengan sejumlah rakyatnya ke tempat yang kemudian dinamakan Pontianak dan di tempat inilah ia mendirikan Keraton dan Mesjid Agung.

Berdirinya Kerajaan Pontianak tepat pada tanggal 23 Oktober 1771, dan dijadikan sebagai peringatan hari jadi kota Pontianak. Sultan Syarif Abdurrahman sebagai pendiri kota Pontianak sampai sekarang makamnya masih dikunjungi orang, terutama orang-orang yang masih percaya akan kesaktian dari Sultan Syarif Abdurrahman.
DONASI VIA PULSA Bantu berikan donasi jika artikelnya dirasa bermanfaat. Donasi akan digunakan untuk memperpanjang domain Prodi SEO. Terima kasih.
Selanjutnya...
SHARE
Blog Ala Santri
"Bagaimana aku akan takut dengan kemiskinan, sedangkan aku adalah hamba dari Yang Maha Kaya".

Related Posts

Subscribe to get free updates

Post a Comment